Jakarta, sehatnews — Komitmen Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk memperkuat pengawasan terhadap produk obat tradisional, suplemen kesehatan, dan kosmetik (OTSKK) kembali diuji.
Pada Kamis (22/5/2025), BPOM secara resmi menerima Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas kinerja pengawasan mereka selama tahun 2023 hingga semester I tahun 2024.
Laporan ini menjadi cermin penting bagi BPOM dalam menilai efektivitas kerja mereka sekaligus landasan untuk perbaikan yang lebih konkret dan terukur ke depan.
Penyerahan LHP dilakukan langsung oleh Direktur Pemeriksaan Keuangan Negara VI.A BPK, Ruben Artia Lumbantoruan, kepada Deputi Bidang Pengawasan OTSKK BPOM, Mohamad Kashuri. Momen itu turut disaksikan oleh Inspektur Utama BPOM Yan Setiadi, Kepala Subdirektorat VI.A.2 BPK Rahmi Dwi Istanti, serta jajaran pimpinan BPOM lainnya.
Laporan BPK kali ini menyoroti berbagai aspek, mulai dari kebijakan dan pedoman pengawasan, efektivitas penggunaan sistem informasi, hingga pelaksanaan fungsi monitoring dan evaluasi terhadap produk OTSKK.
Dalam temuannya, BPK mengidentifikasi empat isu strategis yang harus segera ditindaklanjuti BPOM, antara lain menyangkut regulasi kelembagaan, teknis pengawasan di lapangan, pengelolaan data sertifikasi pelaku usaha, serta tindak lanjut hasil pengawasan yang telah dilakukan.
Ruben menjelaskan bahwa salah satu poin penting yang direkomendasikan adalah revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 80 Tahun 2017 tentang Badan POM agar lebih adaptif terhadap perkembangan jenis komoditas yang diawasi, seperti obat bahan alam (OBA).
“Kami juga mendorong agar BPOM lebih tegas memberikan sanksi kepada pelaku usaha yang masih beroperasi dengan sertifikat kedaluwarsa,” tegasnya.
Menanggapi laporan tersebut, Irtama BPOM Yan Setiadi mengungkapkan apresiasi dan menyambut positif masukan dari BPK. Menurutnya, rekomendasi yang diberikan akan menjadi acuan penting untuk pembenahan menyeluruh dan berkelanjutan. Ia juga menegaskan komitmen BPOM dalam menjalankan rekomendasi secara serius dan terukur.
“Per semester I tahun 2024, dari 271 rekomendasi BPK, kami sudah menindaklanjuti 268 di antaranya. Itu menunjukkan komitmen nyata kami,” ujar Yan.
Senada, Deputi 2 BPOM Mohamad Kashuri menekankan bahwa hasil pemeriksaan ini menjadi refleksi yang sangat berarti bagi internal BPOM. Terutama terkait nomenklatur kelembagaan Kedeputian 2 yang dinilainya perlu segera disesuaikan.
“Ini jadi dasar penting untuk mengajukan revisi terhadap Perpres 80/2017. Kami siap berbenah dan meningkatkan kualitas pengawasan demi perlindungan kesehatan masyarakat,” tegas Kashuri.
LHP ini bukan sekadar catatan teknis, melainkan bahan bakar untuk perubahan menuju tata kelola pengawasan yang lebih kuat, transparan, dan adaptif terhadap tantangan zaman.
Dengan terbukanya ruang evaluasi dari eksternal, BPOM berharap dapat menjadi institusi pengawas kelas dunia yang terpercaya dan berdampak nyata bagi kesehatan publik. (*)